Friday, 23 August 2013

PERANG KELULUM

Belanda yang telah mengusai Tanah Aceh membuat krhidupan masyarakat Aceh semakin menderita, apa lagi penduduk yang berada di pedalaman terus di peras oleh marsose- marsose Belanda. Di Kluet
Selatan, tepatnya di Desa Sapik, Kecamatan Kluet Selatan ada sebuah tempat yang menjadi sejarah keperkasaan pemuda- pemuda desa melawan penjajah Belanda.

            Tingginya kutipan blasteng membuat masyarakat Kluet tidak mampu membayarnya. Oleh karena itu, tidak jarang penunggakannya sampai beberapa bulan sehingga tanah dan ternak masyaraka disita oleh Belanda melalui para kaki tangannya. Pada umumnya, yang di pergunakan sebagai kaki tangan adalah orang kampung itu sendiri. Mereka tidak segan- segan melakukan penyitaan terhadap harta benda masyarakat sampai habis. Bila tidak ada lagi harta benda, rumah mereka yang akan menjadi taruhannya. Belanda akan berjanji menurunkan pajak, tetapi tidak pernah ditepatinya. Emosi rakyat semakin memuncak karena semakin meningkatnya penindasan yang di lakukan oleh Belanda. Akhirnya, masyarakat Kluet di bawah pimpinan seorang panglima yang bernama Panglima Rajo Lelo mengadakan rapat kilat di rumahnya di dalam hutan. Panglima rajo lelo yang dalam kesehariannya sebagai seorang guru agama, guru tenaga dalam dan petani ini memimpin langsung rapat yang di kawal oleh sepupu h seperti datuk- datuk. Dalam rapat itu para datuk memberikan saran agar tidak salah melangkah. Oleh karena itu, di putuskan untuk menyerang tangsi Belanda yang di pimpin oelh Kapten J. Paris ysng terkenal gagah perkasa dan tidak mempan peluru dan senjata tajam lainnya, melainkan cukup memancing mereka agar datang krkampung Sapik pada tepatnya di Kelulum. Setelah sepakat dengan usul Panglima Rajo Lelo itu diadakan latihan perang selama seminggu. Para anak buah panglima di bekali dengan kekuatan batin dan senjata pedang. Latihan itu di pimping langsung oleh Datuk Rajo Lelo dan Panglima Rajo lelo. Panglima Rajo Lelo sendiri sangat terkenal kesaktiannya dengan ilmu kebal, ilmu pedang, dan di bekali pula dengan kekuatan mantra lainnya. Hal ini membuat para anak buah Panglima Rajo Lelo bertambah semangat untuk berperang melawan rombongan Kapten J. Paris. 

           Tidak lama setelah selesai latihan, Panglima Rajo lelo memberikan wejangan pada anak buahnya bahwa perjuangan mwlawan Kapten J. Paris adalah perang melawan Kaum Kafir. Untuk itu, hakikat perang sabilpun dikumandangkan. Para anak buah panglima Rajo Lelo bagaikan bangkit dari tidur panjang. Darah mereka bergelora, semangat berjuang mereka bergejolak sehingga timbul tekat untuk membebaskan diri dari penjajahan. Demikianlah pristiwa dirumah Panglima Rajo Lelo selama seminggu terus berlangsung. Sesudah menyaksikan latihan itu berlangsung, para sepupuh mengatakan bahwa latihan sudah memadai, tinggal mengamalkan saja. Hati Panglima Rajo Lelo pun lega menyaksikan anak buahnya sudah berlatih dengan semangat tinggi dan tak kenal lelah siang dan malam. Bahkan ada seorang pemuda yang bernama Baitul Makmur, yang baru melakukan akad nikah, rela meninggalkan istri yang baru ia nikahi. Ia berprinsip dari pada hidup bercermin bangkai lebih baik mati berkalang tanah. Prinsip itulah yang di ajarkan oleh Panglima Rajo Lelo pada anak buahnya. Seluruh anak buah Panglima Rajo Lelo berjumlah 21 orang yang kesemuanya laki- laki. Mereka memasang jebakan di tempat yang telah di sepakati, yaitu kelulum. Kemudian, seorang utusan yang bernama Datuk Tuo mengirimkan kabar pada rombongan Kapten J.Paris bahwa T.cut Ali berada di gunung kemenyan bersama anak buahnya. Mendengar berita itu Kapten J.paris terus mempersiapkan perbekalan dan pasukannya untuk mencari T. Cut Ali yang pada waktu itu akan mengadakan perlawanan. Datuk Tuo yang langsung berpura- pura menjadi penghianat berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Sementara itu, kegiatan pemasangan jebakan pun sudah selesai hanya menunggu datangnya rombongan Kapten J. Paris dari tangsinya di Durian kawan. Mereka sudah siap dengan pedang terhunus menunggu perintah dari Panglima Rajo Lelo. Kode atau sandi dalam perang itu sudah di persiapkan sedemikian rupa. Tali terbentang sepanjang jalan yang akan dilalui oleh rombongan Kapten J. Paris. Jika kapten J. Paris bersembunyi di dalam semak belukar, tali itu berfungsi sebagai tanda. Jika tali itu di getarkan oleh orang pertama, berarti orang yang paling ujung adalah orang kedua yang menerima kabar bahwa   kapten di berada di depan orang pertama. Demikian seterusnya hingga panglima Rajo Lelo yang paling terakhir yang menerima kabar. Hal itu berarti sebagai pertanda bahwa Kapten J. Paris dan rombongannya sudah berada di kawasan jebakan. Di situlah penyerangan yang di komandani Panglima Rajo Lelo di mulai. Akan tetapi, sesuai sesuai dengan perintah Rajo Lelo para anak buahnya tidak boleh berbicara selain mengucapkan kalimat Allahuakbar, Allahuakbar. Itu pantangan yang tidak di langgar oleh anak buahnya. Jika tidak melangar pantangan itu, mereka tidak akan termakan oleh senjata apa pun bahkan senapan Kapten J. Paris tidak meledak. Tepat menjelang fajar, tali itu bergetar hingga keposisi panglima Rajo Lelo berada. Komandan pun mendengar dengan lantang sambil sambil mengucapkan Allahuakbar. Terlihat datuk Tuo sibuk melayani perlawanan anak buah Kapten J. Paris dengan gerakan- gerakan yang lincah dan mematikan lawan. Ia memeang seoarang sepupuh guru Panglima Rajo Lelo. Walaupun sudah tua, semangat juangnya bagaikan singa buas di gurun pasir. Pertempuran terjadi dengan serunya. Korban di pihak Kapten J. Paris berjatuhan. Senapan mereka benar- benar tidak mau meledak atau memuntahkan pelurunya. Sementara itu, kalimat suci Allahuakbar terus berkumandang dan bergemuruh. Jeritan dan serangan yang memilukan dari pihak Rajo Lelo membuat Kapten J. Paris sendiri menjadi panik. Anak buahnya terus bergelimpangan dengan luka yang mengerikan dan tewas seketika itu juga. Perlawanan tidak seimbang lagi, berpuluh- puluh anak buah Kapten J. Paris telah tewas mengenaskan. Melihat perlawanan yang jauh dari kemungkinan untuk menang itu, anak buah kapten banyak yang melarikan diri, tinggal beberapa orang saja, itu pun sudah terluka. Kini tiba giliran Panglima Rajo Lelo satu lawan satu dengan Kapten J. Paris. Jurus demi jurus telah mereka keluarkan, tetapi tidak ada yang kalah. Setelah berkelahi sekian lama, Panglima Rajo Lelo pun mengerahkan seluruh kekuatannya dan membanting kapten ketanah, lalu menindihnya dan seketika itu juga panglima Rajo Lelo mencabut alat vital Kapten J. Paris hingga akar- akarnya. Itulah satu- satunya cara untuk mengalahkan kesaktian Kapten J. Paris.Menyaksikan kejadian yang menakjubkan itu, berdirilah seorang anak buah Panglima Rajo Lelo dengan kesombongannya dan naik keatas pokok kayu yang sudah di tebang. Anak buah Kapten J. Paris yang masih hidup mengambil senjata yang terlepas dari tangan kapten dengan susah payah. Kemudian, anak buah panglima Rajo Lelo yang serakah itu pun berkata dengan sombongnya.            “Habiskan terus sampai ke anak- anak merahnya!”Sesudah ia berkata demikian, sebutir peluru merobek bagian dadanya hingga tewas seketika. Pantangan telah dilangar anak buah Panglima Rajo Lelo, yaitu berbicara selain mengucapkan Allahuakbar. Apa hendak di kata anak buah kapten yang masih hidup telah mengetahui kelemahan anak buah Panglima Rajo Lelo. Mereka gugur satu per satu dan kemudian giliran Panglima Rajo Lelo, sebutir peluru emas yang telah di rendam dengan air bermantra oleh anak buah Kapten J. Paris menerjang tubuhnya sehingga gugur kebumi pertiwi. Walau demikian, anak buah Panglima Rajo Lelo dapat membunuh anak buah Kapten J. Paris yang terakhir ini hingga tak tersisa lagi.            Peristiwa perang yang hanya sesaat itu telah menjadi sejarah masa lalu tentang keberanian seorang anak yang tidak tahu apa- apa menjadi luar biasa karena mempertahankan kehormatan bangsanya.    

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Translate

Contact Us

Name

Email *

Message *

Popular Posts

© COSTETA